Sabtu, 24 Desember 2011


KAJIAN PSIKOLINGUISTIK BAHASA ORANG YANG MEMILIKI KELAINAN JIWA DITINJAU DARI PRODUKSI BAHASA DAN PEMAHAMAN BAHASA
Nurul Hikmah
Universitas Pendidikan Indonesia
nurulhikmaharahman@yahoo.co.id

Abstrak
Skizofrenia merupakan salah satu gangguan kejiwaan dengan ciri hilangnya perasaan afektif atau respons emosional dan menarik diri dari hubungan antar pribadi normal yang sering kali diikuti dengan delusi (keyakinan yang salah) dan halusinasi (persepsi tanpa ada rangsang pancaindra). Bagi penderita skizofrenia tak menutup kemungkinan akan adanya gangguan atau kelainan dalam berbahasa sehingga jelas akan menghambat proses komunikasi si penderita dengan lingkungan dan masyarakat sekitar. Penyakit ini diduga disebabkan karena faktor psikososial dan faktor genetik. Orang yang mempunyai masalah dengan lingkungan sosialnya hingga menyebabkan stess yang berlebihan akan mudah terkena penyakit ini. Sedangkan anak yang orang tuanya menderita skizofrenia diduga akan memiliki peluang terkena skizofrenia 10%.
Hasil analisis menunjukkan bahwa objek yang memiliki kelainan jiwa (skizofrenik), mampu memanfaatkan tahapan produksi bahasa seperti konseptualisasi, formulasi, artikulasi, dan self-monitoring meskipun tidak konsisten. Selain itu bahasa skizofrenia itu dipahami berdasarkan unit-unit pemahaman Bahasa, seperti fonetik dan fonologi , morfologi, sintaksis, dan teks tidak konsisten sepanjang seluruh percakapan.
Kata Kunci
Skizofrenia, faktor, produksi, pemahaman
Pendahuluan
Manusia dapat berpikir tanpa menggunakan bahasa, tetapi bahasa mempermudah kemampuan belajar dan mengingat, memecakan persoalan dan menarik kesimpulan. Bahasa memungkinkan individu mengartikan peristiwa dan objek dalam bentuk kata-kata. Dengan bahasa individu mampu mengabstraksikan pengalamannya dan mengkomunikasikannya pada orang lain karena bahasa merupakan sistem lambang yang tidak terbatas yang mampu mengungkapkan segala pemikiran
Bahasa adalah alat interaksi sosial, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep, atau juga perasaan (Chaer, 2002:33). Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi sosial. Ini adalah dasar (hakiki) bahasa sejak kelahirannya. Sebagai alat komunikasi, bahasa dipakai untuk berinteraksi antarwarga masyarakat bahasa itu. Karena bahasa digunakan manusia dalam segala tindak kehidupan, sedangkan perilaku dalam kehidupan itu sangat luas dan beragam, maka fungsi-fungsi bahasa itu bisa menjadi sangat banyak sesuai dengan banyaknya tindak dan perilaku serta keperluan manusia dalam kehidupan.
Dalam kajian psikolinguistik, kita menemukan bahwa bahasa itu bukan hanya memengaruhi pikiran melainkan juga berfungsi meningkatkan pikiran. Fungsi demikian itu dapat dirasakan oleh siapa saja yang ‘belajar’ melalui jasa bahasa, baik lisan maupun tertulis. Selain itu tujuan utama dari kajian psikolinguistik pada dasarnya yaitu untuk menemukan struktur dan proses yang melandasi kemampuan yang dimiliki oleh manusia dalam berbicara dan memahami bahasa serta menggali apa saja yang terjadi ketika seorang penutur sedang berbahasa. Manusia dalam ilmu linguistik telah menjadi objek. Hal ini disebabkan karena bahasa pada hakekatnya adalah milik manusia. Banyak hal yang dapat dikaji dalam diri manusia yang menyangkut bahasa, diantaranya yaitu masalah pemerolehan bahasa, perkembangan bahasa serta masalah kelainan dalam berbahasa. Jika kita kaitkan dengan ilmu psikologi, maka faktor psikologi yang dimiliki oleh masing-masing penutur bahasa tersebut akan sangat berpengaruh terhadap pemerolehan serta perkembangan bahasa.
Dalam penelitian ini, penulis akan  mencoba meneliti gangguan psikolinguistik yang dialami oleh penderita skizofrenia. Bagi penderita skizofrenia akan ada kemungkinan gangguan atau kelainan dalam berbahasa sehingga jelas akan menghambat proses komunikasi si penderita dengan lingkungan dan masyarakat sekelilingnya.
Berdasarkan pemaparan di atas, penulis memilih judul Kajian Psikolinguistik Bahasa Orang yang Memiliki Kelainan Jiwa Ditinjau dari Produksi Bahasa dan Pemahaman Bahasa untuk mengkaji lebih dalam hal yang berkaitan dengan penyakit skizofrenia, khususnya tentang faktor dan gejala skizofrenia, keanehan-keanehan apa saja yang dialami oleh penderita dalam berkomunikasi serta membuktikan kecocokan antara teori-teori tentang penyakit skizofrenia dengan kenyataan di lapangan. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan pembaca mengenai penyakit skizofrenia. Kritik dan saran akan selalu penulis harapkan untuk perbaikan ke arah yang lebih baik bagi penelitian ini.
Bahan dan Metode Penelitian
Dalam penelitian ini bahan di dapat dari objek yang penulis teliti yaitu pria berusia 30 tahun bernama Andi Robandi dan beralamat di Desa Tenjonagara Kecamatan Sucinaraja Kabupaten Garut. Dari objek tersebut penulis memperoleh informasi terkait dengan masalah skizofrenia.
Metode yang dipakai penulis dalam penilitian ini adalah metode simak libat cakap (Sudaryanto 1993) dengn teknik wawancara dan teknik catat dengan daya pilah sebagai pembeda reaksi dan kadar keterdengarannya (sudaryanto 1993:25).
Setelah data diperoleh, kemudian dianalisis secara sistematis berdasarkan urutan permasalahan yang telah diformulasikan. Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah metode padan dengan alat bantu berupa tulisan-tulisan atau teori-teori yang relevan. Untuk menyajikan hasil analisis data, digunakan  metode informal, yakni metode penyajian hasil analisis data yang dilakukan dengan menggunakan kata-kata biasa yang rinci dan terurai atau deskriptif. Metode ini dilakukan untuk memperoleh laporan atau hasil analisis data yang lengkap dalam penelitian ini.
Hasil dan Pembahasan
Andi Robandi.  Pria, usia 30 tahun, sudah hampir lima tahun mengalami perubahan tingkah laku, tepatnya setelah ia gagal masuk di perguruan tinggi Negeri ternama di Bandung. Sebelum tingkah lakunya semakin aneh, sebut saja AR, mengalami perubahan tingkah laku berupa sering bingung, sulit tidur, mondar mandir tanpa sebab, dan gelisah. Pada awalnya AR merupakan pemuda yang sangat pintar dan cerdas. Selain itu dia juga merupakan pemuda yang taat dalam hal beragama.
Semakin hari tingkah lakunya semakin aneh. AR merasa ada suara-suara aneh yang selalu terdengar ditelinganya. Konon, suara tersebut seperti suara orang-orang sedang menggunjingnya atau menjelek-jelekannya. Selain itu ia juga sering mendengar bisikan yag ia artikan sebagai wahyu dari Tuhan. Terkadang ia menagis, mengamuk bahkan tertawa tidak karuan. Kemudian orang tuanya pernah membawa AR ke salah satu tempat pengobatan alternative di sebuah pesantern ternama di Tasikmalaya. Beberapa waktu dirawat di tempat tersebut, ada perubahan pada diri AR, meskipun secara ARikologi belum dinyatakan normal, karena ia masih sering mendengar bisikan-bisikan yang membuat ia gundah gelisah. namun AR kini mampu mengontrol emosinya. Dan mampu berkomunikasi dengan orang sekitar.
Satu tahun belalu, AR mengalami peningkatan perubahan tingkah laku yang  tak wajar yaitu berupa bertambah bingung, bicara sendiri, gelisah, terkadang menangis, sulit tidur, masih sering mendengar suara-suara yang tidak ada wujudnya. Berawal dari kedatangan teman-temanya, yang ingin menjenguk AR, teman-teman seperjuangan AR ketika masuk ke PT impiannya. Kesuksesan yang diraih teman-temannya, yang berbanding terbalik dengan dirinya, membuat AR merasa iri dan akhirnya membuat AR meratapi kegagalannya yang telah lalu, dan membuat psikologinya  kembali terganggu.
 Jika ditelusuri dalam riwayat kesehatannya, AR tidak mempunyai riwayat gangguan ARikiatri sebelumnya. Pada riwayat medis umum, tidak didapatkan demam, kejang, maupun trauma kepala serta penurunan kesadaran sebelum gejala ini muncul.  AR juga tidak mempunyai riwayat mengkonsumsi obat-obatan maupun alkohol. Sedangkan dilihat dari kepribadiannya sebelum ia sakit, AR termasuk orang yang ramah, tidak pernah mengalami kesulitan dalam bergaul dan termasuk orang yang gampang bergaul.
Dari observasi yang penulis lakukan, keanehan atau kelainan-kelainan yang dialami objek adalah dapat dideskripsikan sebagai berikut: objek sering mendengar suara-suara aneh, berbicara sendiri, menangis, dapat merespon pertanyaan dengan Bahasa yang semakin lama semakin tidak terstruktur.
Bahasa Skizofrenik Pasien Semi Tenang
Pemroduksian bahasa AR ini sedikit mengarah pada  pemakaian tahapan-tahapan pemroduksian bahasa, seperti yang diungkapkan oleh Scovel (2002), tahapan-tahapan konseptualisasi, formulasi dan artikulasi, dan monitor. Akan tetapi, Pemakaian tahapan-tahapan pemroduksian bahasa ini cenderung belum sempurna. Terkadang masih sama seperti pasien gundah gelisah yang terutama terjadi di tengahtengah percakapan. Pada awal percakapan dengan si pasien semi tenang ini, AR kategori ini menggunakan tahapan-tahapan tersebut dengan sempurna. Berikut adalah contoh pemakaian tahapan-tahapan pemroduksian bahasa oleh AR dengan sempurna yang terjadi di bagian awal percakapan:
Data 1
 P         :“Siapa namanya?”
AR       :” Robandi, Andi Robandi”
P          : “Ingat ngak sekarang hari apa?”
AR       : “Sabtu sekarang, bukan?”
P          : “Kalau Sabtu dirumah mengerjakan apa biasanya?”
AR       : “Saya kerja”
Data  di atas merupakan penggalan pada bagian awal dari percakapan panjang antara peneliti dengan pasien skizofrenik Data di atas menunjukkan bahwa AR dengan sempurna menggunakan tahapan-tahapan pemroduksian bahasa, yakni tahapan konseptualisasi, formulasi, artikulasi, dan monitor. Pada tahapan konseptualisasi, AR mampu menyandingkan atau menggabungkan proses berpikir yang sintaksis dengan imagistik, yang berupa gerakan tubuh. AR mampu menempatkan gerakan tubuh dan sejenisnya dalam satu konsep yang baik.Setelah dikonseptualisasi, konsep-konsep AR itu mampu diformulasikan dan diartikulasikannya dengan baik sehingga dengan demikian, artikulasi yang berupa respon terhadap pertanyaan peneliti dengan lugas dapat dilakukan, dan bahkan konsep-konsep yang berupa jawaban atas pertanyaan peneliti dapat dijawab dengan sempurna. Hal ini ditunjukkan dengan pernyataan AR yang tidak setuju atas pernyataan atau ujian peneliti yang mengatakan bahwa Tenjonagara adalah ibu kota Indonesia. AR mengatakan dengan tegas bahwa Jakarta adalah Ibu kota Indonesia dan bahkan dengan lugas AR menambahkan bahwa Tenjonagara adalah desa kelahirannya yang terletak di Garut selatan.
Pada  Monitor, AR dapat memakainya dengan baik. Artinya, AR selalu melakukan evaluasi terhadap artikulasi atau ujarannya. AR bahkan telah mampu mengontrol pikirannya. Hal ini ditunjukkan pada saat AR menjawab pertanyaan dengan kalimat retorika, yaitu:
“Sabtu sekarang, bukan?”
yang berarti bahwa AR merasa yakin kalau hari ini adalah hari Sabtu. Selain dari pada itu, AR terkadang tidak mampu memakai tahapan-tahapan pemroduksian bahasa dengan baik. Dengan kata lain, AR gagal menerapkan tahapan-tahapan yang dimaksud, seperti terlihat dalam contoh berikut.
Data 2
 P : sudah makan belum?
AR : (Tiba-tiba nadanya ketus sekali), “Tidak tahu saya, sudah kayaknya. (DIAM) begitulah kejadiannya, saya merasa tidak sakit sebenarnya, karena yang dulu saya dikatakan sakit, terus saya sembahyang.
Data  di atas merupakan penggalan ditengah-tengah percakapan. Data di atas menunjukka n bahwa kegagalan AR memakai tahapan konseptualisasi, formulasi, dan monitor artikulasinya. AR gagal menempatkan gerakan imagistik atau motoriknya ke dalam konsep berpikirnya, sehingga AR gagal menjawab pertanyaan peneliti apakah dia sudah makan atau belum. Untuk menjawab pertanyaan ini AR mengatakan tidak tahu, tetapi disusun dengan mungkin sudah. Di sini juga terjadi kegagalan AR dalam memformulasi konsep-konsepnya sehingga AR cenderung asal jawab dan ujarannya asal keluar saja dari bibirnya, tanpa ada koherensi yang baik. AR juga gagal melakukan evaluasi atau monitor terhadap artikulasinya sendiri. Terutama ketika dihubungkan penggalan percakapan di atas dengan penggalan percakapan berikutnya atau bagian akhir percakapannya, seperti ditunjukkan oleh contoh berikut:
Data 3
P : “Sudah lama sakitnya?”
AR : “(DIAM LAMA SEKALI)… saya tenang, satu hal lagi memang begitu yang sakit-sakitan kan memang begitu bingung. Saya anak tenang. Begitu saya pernah menanyakan. Saya kan dapat anugerah dari Gusti Allah . Saya bilang, “khususon ahli kubur, Raja wali Citra Televisi Indonesia  kenapa begini, kenapa setiap hari saya mendapatkan musibah?, setiap saya tidur, ada sinar”.
Data di atas menunjukkan bahwa AR telah gagal memformulasikan konsep berpikirnya ke dalam alam bawa sadarnya, sehingga AR pun tidak mampu memonitor atau mengontrol ujarannya.
Dari sudut pandang pemahaman bahasa, bahasa AR dianalisis berdasarkan bunyi, bentuk, dan teks itu tersendiri disamping dari kontek penggunaannya dengan menghubungkan Bahasa dengan unsur luar bahasa seperti pikiran, budaya dan situasi pemakain bahasa itu. Pemahaman bahasa skizofrenik dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.      Pemahaman unsur-unsur fonetik dan fonologi
Bahasa skizofrenik dapat dipahami dari unsur fonetik, yaitu bunyi bahasa dan unsur fonologi, yaitu sistem bunyi bahasanya. AR mengalami banyak fenomena kebahasaan yang tidak teratur secara keseluruhan, semakin lama semakin kacau. Secara fonetik, ujaran AR dapat dipahami bahwa Bahasa skizofrenik bukanlah pada pengucapan fonemfonem. Sama halnya dengan pemahaman Bahasa secara fonologis, AR semi tenang awalnya menunjukkan bahwa dia mampu mengucapkan ujaran yang mengikuti kaedah sistem bunyi. Bagaimanapun, hal semacam ini tidak tampak lagi pada bagian pertengahan dan akhir percakapan, seperti ditunjukkan dalam data menunjukkan bahwa secara fonologi AR tiba-tiba saja berbicara dengan memakai nada yang sangat keras dan cenderung meninggi. Oleh peneliti hal ini sangat bermakna lain, apalagi kejadiannya sangat tiba-tiba. Hal ini menunjukkan bahwa AR gagal mempertahankan sistem bunyi yang dikuasainya.
2.      Pemahaman aspek morfologi
Sama halnya dengan aspek fonetik dan fonologi, aspek morfologi bahasa skizofrenik pasien semi tenang digunakan secara tidak konsisten dari awal, pertengahan, sampai akhir percakapan. Pada awal percakapan yang ditunjukkan dalam data 2, kata atau pembentukan kata yang dilakukan oleh AR ini cenderung sangat tepat dan memerhatikan kaidah-kaidah yang berlaku. Hal ini tidak terlihat pada pertengahan dan akhir percakapan yang ditunjukkan pada data 3. Pada data 3 AR gagal mempertahankan unsur-unsur morfologi yang dikuasainya sehinggasusunan kata yang semestinya mampu membentuk frase tidak terjadi dan bahkan kurang memperhatikan kaidah yang berlaku
3.      Pemahaman aspek sintaksis
Sama halnya dengan aspek fonetik, fonologi, dan morfologi, aspek sintaksis Bahasa skizofrenik digunakan secara tidak konsisten dari awal, pertengahan, sampai akhir percakapan. Pada awal percakapan yang ditunjukkan dalam data 3, kalimat yang diujarkan oleh AR sangat berstruktur dan bersistem. Struktur batin kalimatnya terlihat dengan jelas direpresentasikan oleh struktur lahirnya. Akan tetapi, hal ini tidak terlihat pada pertengahan dan akhir percakapan yang ditunjukkan pada data 3. AR gagal mempertahankan struktur kalimat akibat struktur frase yang kacau sehingga struktur kalimat menjadi sedikit kurang berstruktur.
4.      Pemahaman aspek semantik dan pragmatik
Pada awal percakapan pada data 2,  AR dengan lugas mampu bercakap-cakap dengan baik,karena respon yang diujarkannya sangat bermakna dan mampu menjawab setiap pertanyaan peneliti. Dalam fase ini tidak tampak adanya gangguan asosiasi atau ARikosa fungsional pada AR. Bahasanya lugas dan dapat dimengerti karena unsur-unsur fonetik, fonologi dan sintaksis dipakai dengan baik. Akan tetapi, memasuki fase pertengahan dan terakhir,  pemaknaan ujaran tidak mampu dipertahankan. Banyak terjadi distorsi atau kekurangnyambungan atau keretakan informasi yang ditunjukkan oleh ujaran AR sehingga ada beberapa pertanyaan yang gagal dijawabnya.
Simpulan dan Saran
Dari pemaparan dan penjelasan aspek-aspek yang dikaji pada penelitian ini, yaitu aspek bahasa dan perilaku objek yang menderita kelainan jiwa (skizofrenik), dapat ditarik beberapa kesimpulan dan saran seperti berikut ini:
·         Simpulan
Skizofrenia adalah gangguan kejiwaan yang dapat timbul karena faktor stres yang telalu berlebihan sehingga dapat menyebabkan pemikiran kacau pada si penderita dan akhirnya berujung pada penyakit skizofrenia. Penyakit ini juga bisa timbul karena faktor genetik atau faktor keturunan yang dibawa sejak lahir. Gejala yang timbul pada pengidap skizofrenia antara lain berupa gejala positif dan gejala negatif. Gejala-gejala ini jika terus dibiarkan akan menimbulkan dampak yang sangat buruk bagi penderita baik dari segi fisik, psikologi maupun dari segi sosial
 Pemroduksian bahasa skizofrenik memanfaatkan dan menggunakan beberapa tahapan, seperti konseptualisasi, formulasi, artikulasi, dan monitor diri. Objek menggunakan tahapan-tahapan pemrodukasian bahasa secara tidak konsisten. 
Pemahaman bahasa skizofrenik berupa pemahaman unsur-unsur fonetik dan fonologi, morfologi, sintaksis, dan teks. Pada pederita skizofrenik ini, unsur-unsur fonologi, morfologi, sintaksis, dan teks digunakan secara tidak konsisten dari awal sampai akhir percakapan. Secara umum  perilaku skizofrenik mengandung gangguan asosiasi yang mengakibatkan perubahan mendadak dan ketidakjelasan dari satu konsep pikiran. Skizofrenik sejatinya mengekspresikan dirinya dengan bahasa pada strata linguistik yang tinggi, yaitu pada semantik dan pragmatik. Skizofrenik adalah unik, esentrik, dan banyak metafora.
·         Saran
Skizofrenia merupakan salah satu penyakit kejiwaan yang membahayakan jika terus dibiarkan tanpa ditanggulangi dan diobati serta dapat menyerang siapa saja. Oleh sebab itu, mulai dari sekarang tanggaplah terhadap gejala-gejala yang timbul dari penyakit skizofrenia dan segeralah periksakan diri ke psikiater jika memang terdapat keanehan-keanehan tingkah laku. Bagi penderita skizofrenia, dukungan dari orang-orang terdekat, khususnya keluarga, akan sangat diperlukan sebab hal tersebut merupakan salah satu obat penyembuh yang sangat berarti bagi penderita skizofrenia.

Ucapan Terimakasih
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Azza wa Jalla yang selalu mengurus hidup saya dengan segenap cintaNya yang mengalir dalam tarikan nafas saya, atas nikmat terindah yang telah dia berikan buat hambaNya. Sudah jelas, tanpa ada campur tangan dariNya, saya yakin artikel ini tidak akan pernah selesai.
Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada dosen kami bapak Drs. Kholid A. Harras, M.Pd. selaku dosen mata kuliah Psikolinguistik, berkat bimbingan beliau artikel ini bisa hadir secara utuh ke hadapan para pembaca. Dan tak lupa, ucapan terimakasih yang tak henti penulis haturkan kepada kedua orang tua, yang senantiasa memberikan dukungan dalam setiap aspek kehidupan penulis. Juga kepada teman-teman yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Juga ucapkan terimakasih penulis sampaikan untuk bang Andi (selaku objek penelitian) dan keluarga serta bapak Lurah desa Tenjonagara yang senantiasa memberikan informasi-informasi yang bermanfaat bagi penulis.
Pustaka Rujukan
Chaer, Abdul. 2002. Psikolinguistik (Kajian Teoritik). Jakarta: Rineka Cipta.
Harras, A. Kholid. 2009. Dasar-Dasar Psikolinguistik. Bandung: UPI Press.
Wiramihardja, A. Sutardjo. 2005. Pengantar ARikologi Abnormal. Bandung: Refika
Aditama.
Nevid, S. Jeffrey, dkk. 2005. Psikologi Abnormal. Jakarta: Erlangga.
Dardjowidjojo, Soenjono. 2003. Psikolinguistik:Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia.Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
[Online]. Tersedia: http://www.forumsains.com/artikel/mengenal-penyakit-skizofrenia-salah-satu-gangguan-ARikosis-fungsional/ [26 Oktober 2010]

Riwayat Hidup Penulis
Nama                           : Nurul Hikmah
Tanggal Lahir              : 13 Juni 1989
Alamat            Rumah            : Jampangkulon, Sukabumi
Kos                              : Jalan Sersan surip, Ledeng
  Bandung, Jawa Barat
Pendidikan                  : S1 Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Email                           : nurulhikmaharahman@yahoo.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar